Selasa, 29 Desember 2009

HUKUM IBARAT POLISI LALU LINTAS YANG MENERTIPKAN KENDARAAN

Hukum dan larangan yang dianut di dalam masyarakat, antara lain :

A. Hukum-Hukum Dan Larangan Tradisional.

Semua suku bangsa yang ada di bawah kolong langit ini baik merdeka maupun budak, baik tradisional maupun modern, baik secara tertulis maupun tidak secara tertulis mempunyai hukum-hukum atau larangannya masing-masing. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis mencoba menjelaskan hukum-hukum dan larangan yang dianut dalam masyarakat suku Mee di Paniai pada umumnya dan khususnya masyarakat Wagamo, dalam tradisinya mencatat bahwa hukum yang tidak jauh berbedah dengan sepuluh hukum TUHAN yang diberikan oleh Sang Pencipta (UGATAMEE) kepada bangsa Israel menjadi dasar dalam kehikdupan masyarakat. Sebelum Injil masuk di tengah-tengah masyarakat suku Mee di Paniai, mereka memegang hukum-hukum dan larangan yang beranggapan bahwa hukum yang terbesar di antara hukum yang lain, ialah:

1. Hukum Pertama : Meibo ibo eyaikai (Hormatilah orang tuanmu). Jika kita tidak menghormatinya hidup akan kasasar.
2. Hukum Kedua : Mogai tetai (Jangan berzinah). Jika ada orang yang kedapatan berzinah haruslah ia dipanah. Kalau tidak diketahui orang, maka ialah akan umur pendek (sakit kecil saja akan meninggal).
3. Hukum Ketiga : Mee tewagi (Jangan membunuh manusia). Jika kita membunuh orang, maka darahnya akan menuntut sampai pelaku akan mati atau tidak akan melahirkan keturunan yang normal.
4. Hukum Keempat : Okeiya agiyo teyamoti (Jangan mencuri). Jika mencuri tanamannya sendiri tidak akan menghasilkan buahnya yang baik.
5. Hukum Kelima: Okeiya agiyo kibigi teyagai (Jangan mengingini barang orang lain).
6. Hukum Keenam : Puyamana tewegai (Jangan bersaksi dusta atau jangan menipu). Jika menipu sekali maka selanjutnya orang tidak akan percaya semua omongan anda.
7. Hukum Ketujuh : Okeiya bugidaka agiyo teyadaimai (Jangan menginjak-injak tanaman orang lain atau masuk di lokasi orang). Jika ada orang menginjak tanaman orang lain maka kebunnya sendiri tidak akan menghasilkan buah yang baik. Dan kaki akan menjadi besar.
8. Hukum Kedelapan : Okeiya bugidaigama mudeidaigama teyayawi (Jangan masuk dan melewati di kebun atau lokasi orang lain). Bagi mereka telah membagikan lokasnya masing-masing menurut marga. Dan juga orang tua mereka telah membagikan lokasinya masing-masing menurut anak-anak mereka dari tertua sampai yang terakhir untuk mengusahakan, membuka kebun, berburu dan bikin jerat. Orang lain tidak boleh melewati di lokasi orang lain.
9. Hukum Kesembilan : Dobiyo yoka, yagamo ma miya bagema ipa egai (Kasihilah anak jatim piatu dan janda duda). Kebiasaannya waktu acara-acara tertentu orang-orang kaya mengumpulkan mereka ini dan membagikan pekerjaan untuk menyiapkan barang-barang yang perlu di dalam kegiatan tersebut, seperti Iye (Daun-daunan yang membungkus bungkusan), Mogo (Batu), You piya (Kayu bakar), dan Deno (Sayur-sayuran). Seusai pekerjaannya mereka ini dipulangkan ke rumah mereka dengan barang-barang atau makanan. Ucapan terima kasih dari hati dan dari mulut mereka itu adalah sebuah doa yang mereka sampaikan kepada UGATAMEE (Pencipta) supaya kita diberkati oleh Ugatamee.
10. Hukum Kesepuluh : Pituwago nago diyodou (Kuduskanlah hari ketujuh). Mereka juga membuat sebuah tanda untuk mengetahui hari ketujuh, yaitu dengan cara mengikat suatu ikatan tujuh dari tali. Setelah itu mereka melepaskan setiap hari satu demi satu melepaskan sampai ketujuh, hari yang terakhir menjadikan kudus dan mereka mengadakan acara ritualnya.

Berangkat dari sepuluh hukum di atas, bukanlah kebetulan yang dilakukan oleh masyarakat suku Mee, melainkan tatanan hidup yang diberikan oleh TUHAN (UGATAMEE) supaya mereka percaya dan berpegang teguh pada hukum. Apabila di antara hukum masyarakat melanggar, maka kakhibatnya akan mengalami musibah. Apabila ada yang melanggar hukum-hukum tersebut di atas, maka keluarganya atau orag-orang sekitarnya datang memperingatkan bahkan membunuh pelakunya supaya peristiwa itu jangan terulang kembali. Salah satunya yang pernah menimpa pada Isakh Apoga, ketika ialah mencincang Daud Edoway dengan kampak yang tajam di bahunya sampai luka parah sampai dilarikan Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Waghete. Semua keluarganya datang memotong jari-jari tangan dari pelaku tersebut untuk menyelamatkan yang selanjutnya.

Hukum bagi orang Mee selalu mengatur tata kehidupan masyarakat, supaya masyarakat akan mengalami hidupnya dengan suatu awasan dari hukum-hukum yang berlaku. Seperti yang menimpa pada Isakh Apoga tadi, juka musibah atau malapetaka yang terjadi untuk mencegahnya, maka hukum dan budaya dapat diangkat sebagai dasar penyelesaian masalah. Hukum itu telah ada di dalam masyarakat sebagaimana Pdt. Pilemon Bunai dalam Skripsinya menuliskan bahwa :

“Suku Mee juga percaya dan berpegang teguh pada Firman (Hukum) yang telah diberikan oleh TUHAN kepada Musa (Keluaran 20:1-17). Dalam kehidupan masyarakat suku Mee sepuluh hukum menjadi kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat harus menaati sepuluh hukum. Hukum-hukum tersebut antara lain : Jangan berzinah Sebab Akibokayaka (Engkau bisa meninggal atau umur pendek), aki meeka agiyo kibigi teyagai (Jangan mengingini barang orang lain”, (Bunai, 200: 30-31).

Posisi hukum selalu berakar dengan masyarakat sebagai suatu awasan atas perbuatan terhadap pelanggaran yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Hukum yang berlaku di masyarakat Klasis Wagamo adalah hukum yang sudah lama hidup bersama mereka. Karena bagi mereka hukum yang telah ada itu telah diberikan oleh “UGATAME” (TUHAN Pencipta) sebagai keyakinan bagi nenek moyang, masyarakat Suku Mee supaya dalam hidupnya ada penyadaran diri, kasih, dan kesejahteraan terus menunjang dalam hidupnya.

Penulis menyadari atas perubahan secara berkelanjutan yang dirasakan oleh masyarakat suku Mee pada umumnya dan Klasis Wagamo pada khususnya terhadap hukum, sehingga standar hukum terjadi pergeseran mengakhibatkan hukum akhir-akhir ini masyarakat mulai memberanikan diri untuk melakukan dosa yang dilarang keras dari sisi hukum adat, sehingga banyak kasus terus menerus terjadi di tengah masyarakat. Sekalipun pengaruh perubahan terus semakin maju, hukum yang berlaku dalam masyarakat perlu dipelihara, dijaga oleh masyarakat Wagamo, selama masyarakat masih ada pasti norma-norma hidup juga tidak akan dimusnahkan dari pengaruh modernisasi apapun.

B. Hukum-Hukum Dan Larangan Modern.

Adapun hukum larangan modern yang penulis maksudkan adalah hukum-hukum dan larangan yang dibawah oleh pewarta Kabar Baik dari Barat melalui ajaran Kitab Sucinya (ALKITAB). Hukum-Hukum, Larangan dan Perintahnya modernnya, antara lain :

a. Hukum-Hukum dan Larangan Perjanjian Lama.

Sepuluh Hukum yang tercacat di dalam ( Kel. 20 : 1 – 17) dan bandingkan dengan (Ul. 5:6-21), ditulis oleh TUHAN sendiri di atas dua loh batu dan diberikan kepada Musa dan Bangsa Israel (Kel. 31 : 18; 32 : 16, dsb.). Hukum Musa (Ibr. Torah artinya: Ajaran) dapat dibagi ke dalam tiga golongan :

1. Hukum Moral, membahas peraturan-peraturan ELOHIM untuk hidup kudus (Kel. 20 : 17). Kesepuluh Hukum meringkas hukum moral ELOHIM bagi Israel dan menguraikan tugas-tugas kepada TUHAN dan sesama manusia, antara lain :

a) Hukum Pertama : “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel. 20 : 4). Hukum ini mencega politeisme (kepercayaan kepada banyak tuhan) yang merupakan ciri Agama-Agama Timur Dekat zaman kuno.
b) Hukum Kedua : “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun” (Kel. 20 : 4). Larangan menyembah dewa lain berarti tidak boleh membuat patung dewa itu (bnd. Ul. 4:19).
c) Hukum Ketiga : “Jangan menyebut Nama TUHAN, ELOHIM-mu dengan sembarangan” (Kel. 20 : 7). Menyalahgunakan Nama ELOHIM Israel termasuk membuat janji palsu dengan memakai Nama ini (Im. 19 : 12 bnd. Mat. 5 : 33 - 37). Nama-Nya harus dikuduskan, dihormati dan disegani/Dia saja dipandang sebagai amat kudus dan hanya dapat dipergunakan dengan cara yang suci.
d) Hukum Keempat : “Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat” (Kel. 20 : 8). Menguduskan hari itu berarti memisahkannya sebagai berbedah dari hari lainnya dengan berhenti bekerja supaya dapat istirahat, melayani ELOHIM dan memusatkan perhatian pada hal-hal menyangkut keabadian kehidupan rohani dan kehormatan ELOHIM (UGATAMEE) (Ul. 20 : 9 – 11).
e) Hukum Kelima : “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel. 20 : 12). Hukum ini mencakup semua tindakan baik, dukungan material, hormat dan ketaatan kepada orang tua (Ef. 6 : 1 - 3; Kol. 3 : 20). Hal itu karena akan menyebabkan hukum TUHAN kepada mereka yang meremehkan orang tua.
f) Hukum Keenam : “Jangan membunuh” (Kel. 20 : 13). Hukum keenam ini melarang pembunuhan dengan sengaja, yaitu mengambil nyawah tanpa izin atau perintah hukum (Mat. 5 :22).
g) Hukum Ketujuh : “Jangan berzinah” (Kel. 20 : 14). Meliputih semua tindakan percabulan dan dosa seksual (Mat. 5 :27 – 32 dsb.). Kadang di dalam Perjanjian Lama mereka yang kedapatan perzinahan langsung dibunuh (bnd. Imamat 20 : 10 dsb.).
h) Hukum Kedelapan : “Jamgan mencuri” (Kel. 20 : 15). Hukum melarang pengambilan uang atau benda apa saja yang dimiliki orang lain.
i) Hukum Kesembilan : “Jangan mengucapkan saksi dusta” (Kel. 20 : 16). Hukum kesembilan ini melindungi nama dan reputasi orang lain. Kita harus berbicara secara benar dan jujur tentang semua orang. (bnd. Im. 19:16 dsb.).
j) Hukum Kesepuluh : “Jangan mengingini” (Kel. 20 : 17). Hukum menjangkau lebih jauh daripada dosa berupa kata atau perbuatan untuk mengutuk motivasi atau keinginan jahat. Ketamakan (selalu merasa tak cukup/tak puas dan tak bersyukur dengan sesuatu yang didapatkan; serakah; loba) meliputi keinginan atau nafsu untuk memperoleh hal yang salah atau menjadi milik orang lain.

2. Hukum Perdata, Membahas kehidupan hukum dan social Israel sebagai bangsa (Kel. 20 : 1-23:33). Di dalamnya yaitu hukum bagi bangsa Israel yang mengatur masyarakat dan ibadah. Hukum-Hukum ini sebagai bersifat sipil, hanya berlaku bagi Israel, Agama mereka dan kondisi serta lingkungan pada zaman itu.

3. Hukum Keupacaraan, membahas bentuk dan upacara penyembahan Israel kepada TUHAN, termasuk system (tata cara) persembahan korban (Kel. 24 : 12 – 13 : 18).

b. Hukum-Hukum dan Larangan Perjanjian Baru.

Kesepuluh Hukum TUHAN yang diberikan kepada Musa untuk bangsa Israel yang terdapat dalam Perjanjian Lama itu telah diringkas oleh TUHAN YESUS KRISTUS menjadi dua bagian yaitu : (1) tugas-tugas manusia kepada TUHAN dan; (2) manusia kepada sesama manusia. Perintah ini masih berlaku bagi orang-orang percaya Perjanjian Baru (Mat. 22 : 37 – 39; Roma 13 : 9 dsb). Menurut ayat-ayat Perjanjian Baru ini, kesepuluh Hukum TUHAN dapat disimpulkan sebagai mengasihi TUHAN dan sesama manusia. Antara lain :

1). Hukum Pertama, “Kasihilah Tuhan ELOHIM-mu” (Mat. 22 : 37) yang diminta oleh TUHAN dari semua orang percaya kepada YESUS KRISTUS dan menerima keselamatannya ialah kasih yang dengan segenap hati (Bnd. Ul. 6 : 5).
2). Hukum Kedua, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22 : 39). Anak-anak TUHAN dituntut untuk mengasihi semua orang (bnd. Gal. 6:10; Roma 13 : 9 – 11; I Tes. 3 : 12), termasuk orang-orang yang memusuhi mereka, (Mat. 5 : 44). Mereka juga diperintahkan mengasihi semua orang Kristen yang telah lahir baru secara khusus (Yoh. 13 : 34; Gal. 6 : 20).

Kita meninjauh kembali apa yang telah kita uraikan di atas, maka kedua hukum, perintah dan larangan yang terdapat di dalam Agama suku Mee yang disebut juga “Tota Mana” (Hukum Tradisional) dan “Sepuluh Hukum TUHAN” yang juga disebut “Hukum Modern” yang terdapat di dalam Alkitab, sangat relevan (bersangkut paut/yang ada hubungannya/selaras dengan) satu dengan yang lain. Seandainya; Hukum, Perintah dan Larangan selain daripada Hukum Tradisional yang dibawah oleh orang kulit putih melalui Kali Yawei tepatnya di kawasan pelayanan Klasis Wagamo, sangat bertentangan dengan Hukum Tradisional yang sudah ada di dalam masyarakat suku Mee; maka barangkali kulit putih yang membawah Hukum TUHAN itu dapat dibunuh atau dipanah. Tetapi pada kenyataannya tidak ada pengorbanan, karena “Hukum Tradisional” yang disebut “Tota Mana” dan “Hukum TUHAN” yang disebut juga “Hukum Modern/Firman TUHAN bagi masyarakat Tradisional” sangat sesuai satu dengan yang lain. Hal itu sebelumnya dalam kejeniusan (kecerdasan/kepintaran) TUHAN menaruh hukum tradisional yang sesuai dengan Hukum-Nya ke dalam masyarakat setempat supaya ketika Hukum TUHAN masuk ke masyarakat suku Mee, masyarakatnya gampang menyesuaikan diri dengan Hukum TUHAN tersebut.
Bagi pelaku Hukum, baik Hukum Tradisional maupun Hukum Modern, hukum akan mengendalikan, mengatur dan akan mendisiplinkan hidup manusia. Karena kerja hukum, mengikis kehidupan yang tidak bermoral atau tidak kuat disiplin di dalam hati atau pula tidak mengendalikan kelakuannya secara manusiawi dan tidak beretiket (tidak aturan sopan santun) sampai menjadi orang yang beretiket (aturan sopan santun) dan bermoral (kuat disiplin di dalam hati atau mengendalikan kelakuannya secara manusiawi). Bagi manusia yang mematuhi hukum dan melaksanakannya akan merasakan keselamatan, kesejahteraan, kepuasan, keadilan, kesehatan, kedamaian, ketenteraman, dan ketenangan baik di dalam dunia sekuler (bersifat keduniawian atau kebendaan) maupun dunia yang akan yaitu di surga.